Gemerisik dedaunan kering yang terdampal memenuhi rongga telinganya. Menggantikan kelengangan belantara yang sedari tadi hanya membawa selarik angin dingin yang melumpuhkan indra peraba miliknya.
Dengan tertatih, ia menyeret kedua tungkainya untuk semakin melesak masuk kedalam hutan. Mengabaikan seruan penuh kerisauan dari para pengikutnya yang tengah bersusah payah mencari tanda kehidupan sang junjungan.
Namun kali ini, isak tangis berhasil menghentikannya. Membawa netranya untuk terpaku pada sosok wanita yang tengah terduduk penuh sesak di atas tampang sang bentala.
Menyedihkan. Tak jauh berbeda dengan dirinya.
"Apakah kau juga tengah menunggu perahu sang kematian datang berlabuh di pekaranganmu, nona?" ujarnya, dalam seruan yang tertahan pada rakungan dan tertelan kembali dengan getir.